Pati || Jateng.Bratapos.com –
Sengketa lahan di Desa Bakaran Kulon, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, kembali memanas. Perselisihan ini melibatkan pihak ahli waris Bapak Yanto dan Bapak Narso dengan keluarga almarhumah Mbah Mi, yakni Sumadi (suami) dan Ibu Juwati (anak). Permasalahan muncul setelah sebagian lahan yang diklaim milik Yanto–Narso ternyata telah diterbitkan sertifikat atas nama keluarga Mbah Mi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Prona.
Pihak ahli waris Yanto–Narso mengaku kecewa karena telah lebih dulu memperingatkan Kepala Desa Bakaran Kulon agar tidak melanjutkan proses sertifikasi sebelum persoalan kepemilikan diselesaikan. Mereka juga mengaku telah membawa bukti kepemilikan dan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa lahan tersebut masih dalam sengketa.
“Sejak awal kami sudah menyampaikan ke pihak desa bahwa tanah ini belum selesai statusnya. Kami bahkan membawa saksi dan bukti, tapi tetap tidak digubris,” ungkap Narso, salah satu ahli waris, saat ditemui usai mediasi di Balai Desa, Kamis (30/10/2025).
Menurut Narso, pihak desa tetap melanjutkan proses penerbitan sertifikat tanpa melibatkan saksi warga yang mengetahui batas dan riwayat tanah. Ia menilai proses tersebut tidak dilakukan secara transparan dan berpotensi melanggar prosedur.
“Kami merasa dirugikan karena prosesnya tidak sesuai aturan. Harusnya ada musyawarah dan verifikasi bersama warga, bukan langsung diterbitkan,” tegasnya.
Mediasi antara kedua belah pihak yang digelar di Balai Desa Bakaran Kulon pun berakhir buntu. Pihak Yanto–Narso menilai forum mediasi tersebut tidak netral dan cenderung berpihak.
“Kami sudah berusaha mengikuti mediasi, tapi terasa tidak adil. Karena itu kami akan menempuh jalur hukum,” tambahnya.
Pihak Yanto–Narso berencana melaporkan kasus ini ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempertanyakan dasar hukum terbitnya sertifikat yang mereka anggap cacat prosedur.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Desa Bakaran Kulon belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan keberpihakan maupun keabsahan proses penerbitan sertifikat tersebut.
Sementara beberapa warga sekitar berharap agar persoalan sengketa lahan ini dapat diselesaikan dengan adil, terbuka, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, agar tidak menimbulkan gejolak sosial di kemudian hari.
(Bambang K)
